Translate

Sabtu, 25 Mei 2013

Karena TUGAS, Aku Cinta Perpustakaan!!!


Saat ini saya adalah mahasiswa Jurusan ilmu perpustakaan semester 6 di universitas lancang kuning,
Diantara teman-teman, sampai saat ini mungkin saya adalah orang yang masih malas ke perpustakaan,tapii beda akan halnya jika ada tugas kampus...:D

Gara-Gara tugas, Aku Mengenalmu

ada yang bilang kalo tak kenal maka tak sayang, (makanya kalo ingin sayang, harus kenalan, hehe) Ya itulah aku sekarang “3 tahun pertama di kampus saya masih belum kenalan dengan perpustakaan di kampus” paling biasanya dulu kenalannya dengan yang namanya kantinnn dan ngumpul ama temen2 aja. dulu jangankan cinta sama perpustakaan, mengenalpun tidak. karena gak kenal, dulu sampai sampai tidak tahu apa saja itu yang ada di perpustakaan.
Sekarang menjelang tahun ke 4 saya di kampus. Gara-Gara tugas dang ingin cepat Skripsi akhirnya ada keterpaksaan untuk mengenali perpustakaan. Sudah tidak asing lagi kayaknya kalo memang sindrom semester akhir itu pasti ada keterpaksaan untuk ke perpustakaan soalnya kalau tidak pergi ke perpustakaan biasanya referensi buat skripsi kita akan susah mencarinya apalagi kalo cuma dapatnya dari media online semua, biasanya ada unsur ketidak jelasan. makanya dari bulan Februari 2012 karena semester ini saya mengambil SKS Seminar dan Skripsi, kenalan lah saya dengan perpustakaan.

Jika Buku adalah jendela Dunia, maka perpustakaan adalah Rumahnya

Awal mula setelah saya mengenali perpustakaan, saya merasakan sesuatu yang baru (cieee, biasalah ada hal baru). saat pergi ke perpustakaan dan untuk tambah kenal dengan perpustakaan, gunakanlah fasilitas yang ada biasanya di perpustakaan ada penjaga yang memberikan informasi untuk mendapatkan fasilitas perpustakaan (nasihat teman saya). maka bertanyalah saya pada penjaga tersebut. dan setelah mendapat informasi langkah pertama yang saya lakukan adalah mengikat hati saya pada perpustakaan dengan cara mendaftar menjadi anggota perpustakaan. hehe
setelah menjadi anggota perpustakaan, saya pun  mulai tambah mengenal lebih dekat dengan perpustakaan ini. pas awal masuk ke rak-rak buku saya bingung dengan pengkodean buku yang ada di perpustakaan akhirnya ketika ada penjaga yang sedang menata buku, saya berusaha mensupelkan diri dan bertanya-tanya pada beliau terkait sistem dan maksud pengkodean ini. alhamdulillah beliau memaparkan segala sesuatunya, tentang rak buku dan buku-buku yang ada. dan saya pun mulai mengerti (lagi).
satu hal yang saya masih ingat perkataan dari bapak tersebut (sebelum kami mengakhiri perbincangan) adalah rajinlah ke perpustakaan de, karena tahu kan kalo buku itu adalah jendela dunia, dan membaca itu adalah kuncinya, maka menurut bapak, perpustakaan itu adalah rumahnya (dengan hati penuh decak kagum saya pun salut sama pemikiran beliau).

Terpaksa, Biasa, Jadilah Cinta

Setelah permulaan Februari tahun ini untuk mengenal perpustakaan. diawali dengan keterpaksaan, bulan maret saya sudah mulai terbiasa untuk pergi ke perpustakaan. walaupun tidak selalu membaca di perpustakaan, tapi karena telah menjadi member perpustakaan. saya pun biasanya rutin meminjam buku untuk dibaca di kosan. setidaknya selama seminggu sekali saya biasanya ke perpustakaan melihat penjaganya, melihat buku-buku barunya, walaupun dengan niatan hanya untuk mengembalikan dan meminjam buku baru yang pinjamannya selama mingguan.  By the way buku-buku yang tersedia diperpustakaan beragam lho, sehingga untuk dibawa pulang pun enak (karena tidak semata-mata buku yang mendukung skripsi saja).
Setelah merasakan biasa dengan perpustakaan. sekarang karena di kejar-kejar dengan target skripsi saya (terlebih dosen pembimbing saya yang sangat aktif) saya mulai cinta dengan perpustakaan. yah jadi sering-sering lah saya pergi ke sini karena setelah dipikir-pikir, kita butuh banyak buku untuk menjadi referensi skripsi dan kalo tidak pergi ke perpustakaan terus kita dapat referensi dari mana (karena kalo pinjaman mingguan cuma bisa membawa buku maksimal hanya 7 buku).
Akhirnya Cinta itu memang dipaksa juga, Saya Cinta Perpustakaan dan akan mencintainya, setidaknya sampai Skripsi ini tertuntaskan menuju Kelulusan, haha :D

Eko Tjahyono!!! “Pejuang Perpustakaan Kampung!!!”


Eko Tjahyono  seorang rakyat biasa seperti kita saat ini. Sosoknya relatif kecil, tetapi karyanya bagi kemajuan pendidikan di Tanah Air bisa dikatakan cukup besar. Berawal dari sebuah perpustakaan bambu sederhana yang didirikan  di kampungnya, sekarang Eko Tjahyono  mampu mengajak  ribuan orang di dalam dan luar kampungnya untuk gemar membaca.
Kisah pejuang perpustakaan kampung ini dimulai pada tahun 1998 saat Eko membangun perpustakaan kecil-kecilan di rumahnya. Keinginan membaca Eko tumbuh subur saat  dia memiliki banyak waktu luang setelah mengalami pemutusan hubungan kerja dari pabrik konfeksi tempatnya dia bekerja. Pabrik tempat Eko bekerja tak bisa bertahan, terimbas krisis moneter. Banyaknya waktu luang membuat Eko dalam sehari bisa membaca sampai sekitar 3 kilogram koran bekas.
Melihat keasyikan pria itu membaca koran, satu per satu tetangga Eko kemudian tertarik untuk turut membaca. Dia bercerita, awalnya mereka heran mengapa Eko bisa asyik membaca koran. Eko pun mencoba mengajak para tetengganya untuk menarik minat membaca,  dengan menyediakan koran, majalah-majalah.
Seiring dengan semakin banyaknya para tetangga yang tertarik ikut membaca majalah dan koran, lambat laun koran-koran bekas itu pun menggunung di rumahnya.  Hari demi hari, semakin banyak pengunjung ”perpustakaan”-nya. Kondisi itu menuntut Eko untuk berusaha mencarikan bahan bacaan lebih banyak lagi.
Pada tahun 2008, Eko pun memberanikan diri mendirikan perpustakaan di lahan kosong milik tetangganya yang terletak di samping tanah makam desa. Namun, keterbatasan biaya membuat Eko hanya mampu membangun perpustakaan bambu dan diberinya nama”Perpustakaan Anak Bangsa”.
Ajang ”nongkrong”
Meski awalnya keberadaan perpustakaan itu sempat dicap ”miring” oleh sebagian tetangga di sekitar lokasi karena menjadi ajang nongkrong pemuda-pemudi, perpustakaan bambu itu nyatanya bisa terus berkembang. Jumlah buku dan anggota Perpustakaan Anak Bangsa pun semakin banyak. Sekarang ini dia memperkirakan anggotanya sudah lebih dari 10.000 orang. Lebih dari 2.000 anggota di antaranya adalah pelajar. Anggota lain berasal dari beragam latar belakang, mulai dari tukang becak, ibu rumah tangga, petani, sampai para pelajar dari dalam dan luar kampungnya.
Para anggota Perpustakaan Anak Bangsa umumnya senang mengunjungi tempat itu karena Eko meminjamkan buku-buku koleksinya secara gratis.  Sementara bagi Eko, semakin banyak orang mau membaca saja sudah menyenangkan hatinya. Dengan membaca, Eko berharap apa pun kondisinya, orang tersebut tetap mempunyai pengetahuan luas dan mampu berpikir lebih terbuka untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari.
Warga di kampung Eko yang rata-rata bekerja sebagai buruh tani, pencari kayu di hutan, peternak, atau kuli bangunan di kota itu sesungguhnya juga haus akan pengetahuan. Bagi Eko, kalau pikiran mereka lebih terbuka dan pintar, hidup seseorang akan bahagia, apa pun pekerjaan dan berapa pun penghasilannya. Perpustakaan Anak Bangsa pun terus berkembang. Eko membiayai operasional perpustakaannya dari hasil menjual tulisannya ke sejumlah surat kabar. Ia juga mengambil sebagian penghasilan dari usaha menjual bahan makanan pokok yang kala itu dijalankannya bersama sang kakak.
Namun, suatu ketika, saat lahan tempat perpustakaan itu akan dijual pemiliknya (Eko menempati lahan itu dengan gratis), dia mulai kebingungan. Anak bungsu dari tiga bersaudara itu coba membeli lahan tersebut agar perpustakaan yang sudah memiliki banyak anggota itu tidak tutup.
Bahkan, Eko sempat berniat untuk menjual ginjalnya untuk membeli lahan tersebut meski akhirnya niat itu dibatalkan. Di tengah situasi sulit itu, Perpustakaan Anak Bangsa terus berkembang. Jika awalnya koleksi buku-bukunya terbatas, kini koleksinya beragam, mulai dari majalah Bobo, buku pelajaran sekolah, buku komputer, novel roman seperti karya Mira W, novel terjemahan, sampai buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer. Perpustakaan Anak Bangsa bahkan menyediakan novel-novel berbahasa Inggris meski dalam jumlah yang masih terbatas.
Perjuangan Eko selama sekitar 13 tahun pun mulai memperlihatkan hasil. Juli 2011, atas bantuan dan perhatian banyak pihak, dia akhirnya bisa membeli lahan dan mampu membangun perpustakaan berdinding bata. Kini, tidak hanya Perpustakaan Anak Bangsa yang berkembang. Berbagai perpustakaan mandiri lain, baik di Malang maupun di luar Malang, turut maju. Mereka menjadikan perpustakaan buatan Eko sebagai rujukan untuk mendapatkan sumbangan buku. ”Keinginan saya dengan Perpustakaan Anak Bangsa ini sudah tercapai, yaitu menjadikannya perpustakaan permanen. Orang-orang di kampung saya juga sudah mencintai buku. Mereka suka membaca,” katanya.
Eko menambahkan, ”Sekarang saya lebih tertarik membangun sudut-sudut baca di sejumlah titik, seperti pos tukang ojek, puskesmas, dan pasar.  Meski jumlah bukunya sedikit, sudut baca ini bisa ada di mana saja dan mudah dicapai lebih banyak kalangan. Artinya, semakin banyak orang bisa membaca. ”Semangat Eko untuk mengobarkan api membaca memang tidak padam. Ia berniat tetap mengelola perpustakaannya sampai tubuhnya tidak kuat lagi mencari buku untuk bahan bacaan bagi anggota perpustakaan.
Rencana membuka warung nasi dan es di depan perpustakaan dianggap Eko cukup efektif untuk membiayai operasional perpustakaan dan kebutuhan hidupnya ke depan”Mengelola perpustakaan itu tidak butuh banyak biaya. Kita hanya butuh niat yang kuat,” ujarnya.
Beragam penghargaanpun telah diterima oleh Eko atas semangat serta keinginannya yang kuat untuk membangun minat membaca rakyat kampungya. kecintaan banyak orang untuk membaca, seperti Nugra Jasadharma Pustakaloka dari Perpustakaan Nasional RI, Penghargaan Mutiara Bangsa Bidang Pendidikan, serta gelar Taman Bacaan Kreatif dan Rekreatif Se-Indonesia dari Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional pada Mei 2011 untuk Perpustakaan Anak Bangsa.
Bermula dari kampung, kini Eko menjadi setitik cahaya penerang pendidikan di Tanah Air. Semoga semangat ini tetap terjaga dan menular pada lebih banyak orang. Hanya berawal dari sebuah perpustakaan bambu  sederhana di kampungnya, sekarang Eko Tjahyono mampu menyirami dahaga membaca ribuan orang. Eko Tjahyono patut untuk diberikan penghargaan terbaik di dunia perpustakaan yang sudah maju sekarang ini. “aku ingin menjadii seorang yang berkeinginan yang kuat seperti Eko Tjhyono “.
Dan aku pun berharap kepada kita semua ayoo kita maju untuk membangun perpustakaan kita yang sederhana tapi ribuan orang gemar untuk minat membaca. Setiap kita mau berusaha dan berjuang , niscaya akan memetiknya hasilnya seperti Eko Tjahyono, usaha dan kerja keras dia untuk mencerdaskan anak bangsa berhasil , perpustakaan  yang sangat sederhana itu pun  sekarang maju dan berkembang dimana-mana,  bahkan eko mendptkan award dr kick andy heroes.
Sumber: Kompas, 9 September 2011








Firda Maya Sari

Gambar
Yee yee yee ini blog saya sii firda maya sarii,,,,,akhirnya ({}),,, hemmm menyenangkan  tapii isi nya baru sedikit siihh,,,namanya jg blog baru,,,,hehehehhee,,,,, :P :):*
” tak ada yg tak mungkin di dunia ini kalo kita mau mencobanya,,,,,:) “
oke semuanya…..:*
Ditulis pada Inii diaa !!! | Tinggalkan Komentar